SBH GONDANGLEGI

SBH GONDANGLEGI

CERITA RAKYAT ( ASAL MUASAL NAMA MALANG )


Rangga Tohjiwa melarikan diri ke Surabaya (Gambar: Cerita Rakyat dr Malang)
Rangga Tohjiwa melarikan diri ke Surabaya (Gambar: Cerita Rakyat dr Malang)
Sejak Sultan Agung diangkat menjadi Raja Mataram, ia berambisi untuk menguasai seluruh Pulau Jawa. Salah satu daerah yang sulit ditaklukkan adalah Surabaya. Tetapi Sultan Agung sangat cerdik, ia tidak menyerang langsung ke Surabaya. Ia menaklukkan terlebih dahulu daerah-daerah yang menjadi sekutu Surabaya. Jika daerah yang mengelilingi Surabaya sudah ditundukkan, baru ia akan menyerang Surabaya yang terkenal kuat itu.
Pada tahun 1614 Sultan Agung memerintahkan tentaranya di bawah patihnya, Tumenggung Suratani, menyerbu ke Bang Wetan (Jawa Timur). Panglima lain yang ikut adalah Pangeran Mangkubumi, Tumenggung Alap-alap, dan Tumenggung Jayasupanta. Penyerangan dibagi menjadi tiga jalur, yaitu jalur utara, jalur tengah, dan jalur selatan. Tumenggung Alap-alap mendapat tugas menaklukkan jalur tengah, yaitu jalur yang melalui Ngantang.
Untuk menaklukkan Bang Wetan, Sultan Agung mengerahkan sekitar delapan ribu prajurit. Banyak daerah yang dilalui prajurit Sultan Agung sudah takut dengan melihat banyaknya jumlah prajurit itu. Tidak mengherankan, banyak daerah yang menyerah sebelum berperang melawan Sultan Agung.
Tumenggung Alap-Alap segera menghentikan pasukan yang jumlahnya hampir mencapai tiga ribu orang itu. Selain hari sudah sore, tenaga mereka terkuras setelah melakukan perjalanan yang sangat jauh dan berat. Perjalanan mereka terhadang oleh pegunungan yang letaknya malang (melintang). Pegunungan ini terdiri dari Gunung Penanggungan, Gunung Welirang, Gunung Arjuna, Gunung Anjasmoro, Gunung Kawi, dan Gunung Kelud. Biasanya, gunung di Pulau Jawa membujur dari barat ke timur mengikuti arah garis pantai selatan. Kali ini tidak, letak pegunungan itu ternyata melintang dari utara ke selatan. Tumenggung Alap-Alap memutuskan untuk mendirikan kemah untuk bermalam.
Setelah kemah berdiri, Tumenggung Alap-Alap merebahkan tubuhnya. Ia teringat pesan sang raja, Sultan Agung, agar berhati-hati. Jalur yang ditempuh melalui Ngantang ini memang sulit dilalui karena masih diliputi hutan lebat. Jalannya naik turun karena begitu banyaknya pegunungan. Selain itu, musuh yang akan dihadapi tidak ringan.
Esoknya, matahari mulai bersinar. Rasa lelah pasukan sedikit hilang. Mereka kembali segar setelah semalam beristirahat, apalagi setelah mereka menghirup udara segar pegunungan. Supaya pasukan kembali bugar, Tumenggung Alap-Alap memutuskan untuk berkemah beberapa hari lagi di daerah ini.
Setelah kondisi pasukan kembali kuat, Tumenggung Alap-Alap memerintahkan pasukannya untuk melanjutkan perjalanan. Mereka mencoba melintasi bukit demi bukit. Saat berada di atas pegunungan paling timur, Tumenggung Alap-Alap begitu terkesima melihat pemandangan yang terhampar di hadapannya. Hanya satu tekad Tumenggung Alap-Alap yaitu menaklukkan daerah yang indah itu.
“Betapa indah dataran tinggi di sebelah timur Gunung Kawi ini,” kata Tumenggung Alap-Alap kepada pembantu setianya sambil tersenyum kagum.
“Ya, Tuan. Apalagi, di daerah ini dilewati oleh Sungai Brantas dan Sungai Metro. Makanya, daerah ini terkenal subur,” ujar pembantu setianya ikut tersenyum.
“Di daerah inilah dahulu pernah berdiri Kerajaan Kanjuruhan yang dipimpin oleh Gajayana,” kata Tumenggung Alap-Alap.
“Saya dengar, daerah ini juga dikenal sebagai Kabalan. Apakah benar, Tuan?” tanya pembantunya.
“Benar. Pada masa lalu, daerah ini dikenal sebagai Kabalan, yaitu padepokan putri Raja Hayam Wuruk yang bernama Kusumawardhani. Konon di daerah ini juga ada Candi Malangkuseswara. Tapi sayang, sekarang tidak ada lagi bekasnya.”
Pembantu setianya tampak manggut-manggut.
“Kita perlu berhati-hati untuk menaklukkan daerah ini. Di daerah ini Kerajaan Singasari pernah jaya. Yang kita hadapi sekarang bukan orang sembarangan. Saya sedikit khawatir dengan semangat rakyat dan prajurit mereka,” ujar Tumenggung Alap-Alap.
Sementara itu, pembantunya mendengar dengan seksama penjelasan Tumenggung Alap-Alap.
Jalan yang dilalui tidak begitu terjal sehingga perjalanan menuruni pegunungan itu tidak menguras tenaga. Beberapa saat kemudian, perjalanan mereka terhenti. Ketika akan memasuki daerah Merjosari, mereka tidak bisa melanjutkan perjalanan. Perjalanan mereka terhalang oleh pohon-pohon yang ditebang malang melintang di tengah-tengah jalan.
“Ternyata kehadiran kita telah diketahui oleh mereka,” kata Tumenggung Alap-Alap sedikit menahan marah. Ia segera memerintahkan prajuritnya untuk menyingkirkan pohon-pohon itu. Sementara itu, sebagian prajuritnya diminta untuk waspada. Siapa tahu ada serangan mendadak dari prajurit lawan. Pekerjaan itu ternyata banyak menyita waktu. Menjelang petang, semua pohon yang merintangi itu baru bisa diangkut ke tepi jalan.
Tumenggung Alap-Alap memutuskan untuk kembali berkemah di situ. Ia sekaligus ingin mengamati daerah yang akan diserangnya. Ia segera mengutus beberapa prajuritnya untuk melihat-lihat dan mengamati daerah di kaki Gunung Kawi itu.
“Bagaimana keadaan di sana?” tanya Tumenggung Alap-Alap dengan suara yang berwibawa.
“Ampun, Tuan Tumenggung. Ternyata rakyat dan prajurit yang ada di daerah itu menolak dan melawan (bahasa Jawa: malang) kedatangan kita. Mereka telah dalam keadaan siap perang untuk menyambut kedatangan kita,” jawab prajurit itu dengan sikap hormat.
“Sudah kuduga sebelumnya. Rakyat di sini memang tidak bisa diremehkan,” terdengar suara Tumenggung Alap-Alap seperti berbicara pada diri sendiri.
“Tapi jangan khawatir, Tuan. Jumlah mereka tidak banyak. Mungkin hanya sepertiga dari jumlah kita,” ungkap prajurit itu mencoba meyakinkan tuannya.
Meskipun begitu, besok pasukan kita harus dipersiapkan sebaik-baiknya,” perintah Tumenggung Alap-Alap tampak mencoba memperingatkan prajuritnya agar waspada.
“Baik, Tuan,” jawab pembantu setianya.
Saat matahari belum tampak, pasukan Tumenggung Alap-Alap telah bersiap-siap bergerak. Mereka berbaris rapi. Pasukan yang membawa tombak, diikuti pasukan yang membawa pedang dan keris, pasukan pemanah, serta pasukan berkuda. Setiap pasukan dipimpin oleh seorang prajurit kepala.
Begitu matahari terbit, mereka bergerak ke arah timur. Terompet perang segera ditiup. Genderang pun ditabuh bertalu-talu untuk memberi semangat prajurit Tumenggung Alap-Alap.
Ternyata mereka telah dihadang oleh pasukan Rangga Tohjiwa, bupati yang memerintah daerah itu. Tidak bisa dihindari, terjadilah perang yang sengit. Banyak korban berjatuhan, baik di pihak Tumenggung Alap-Alap maupun penduduk dan prajurit di daerah itu. Hingga menjelang petang, peperangan tidak menunjukkan tanda-tanda berakhir. Saat matahari terbenam, mereka menghentikan peperangan. Tumenggung Alap-Alap beserta pasukannya segera kembali ke arah barat. Pasukan Rangga Tohjiwa juga kembali ke arah timur. Prajurit-prajurit yang luka segera diobati. Tidak sedikit yang mengerang dan menjerit kesakitan. Ada yang terluka oleh tombak, panah, dan pedang.
Tumenggung Alap-Alap berpikir keras bagaimana caranya mengalahkan Rangga Tohjiwa. Perkiraannya benar. Rakyat dan prajurit di daerah itu memiliki semangat luar biasa. Dengan jumlah sepertiga dari prajurit yang dipimpinnya, ternyata pasukan Rangga Tohjiwa mampu melawan pasukan Tumenggung Alap-Alap. Di pihak lain, Rangga Tohjiwa berusaha memeras otak untuk mempertahankan serangan yang begitu dahsyat dari pasukan Tumenggung Alap-Alap.
Begitu matahari terbit, pertempuran dimulai kembali. Suara benturan senjata dari kedua belah pihak terdengar bersahut-sahutan. Suara jerit kesakitan sering terdengar. Kuda-kuda yang sudah kehilangan penunggangnya berlarian ke sana ke mari.
Tumenggung Alap-Alap maju terus untuk mencari Rangga Tohjiwa. Setiap prajurit lawan yang menghalangi dikalahkannya dengan mudah. Di pihak lain, Rangga Tohjiwa juga ingin bertarung dengan Tumenggung Alap-Alap.
Tidak berapa lama, mereka pun sudah berhadapan. Tumenggung Alap-Alap meminta Rangga Tohjiwa untuk menyerah. Tentu saja Rangga Tohjiwa tidak mau. Baginya, wilayah kekuasaannya harus dipertahankan sekuat mungkin. Akhirnya, pertempuran tidak bisa dindari. Keduanya sama-sama gagah, berani, dan tangkas.
Pertarungan mereka berjalan seru. Pada suatu saat, Tumenggung Alap-Alap tampak terdesak, tetapi begitu bisa menghindar, beberapa saat kemudian ganti Rangga Tohjiwa yang terdesak. Meskipun mereka sudah bermandi keringat, tidak ada satu pun di antara mereka yang terluka.
Setelah melalui pertarungan yang sengit, pasukan Mataram sedikit demi sedikit dapat memukul mundur pasukan Rangga Tohjiwa. Melihat pasukannya terpukul mundur, perhatian Rangga Tohjiwa menjadi terpecah. Ia memilih untuk mencari bantuan ke Surabaya. Ia segera menghindar dari Tumenggung Alap-Alap dan mengambil kudanya. Ia segera lari sekencang-kencangnya ke arah Surabaya.
Tumenggung Alap-Alap mengira pasukan lawan segera menyerah karena pemimpin mereka tidak ada di medan pertempuran. Ternyata dugaannya meleset. Perlawanan dari pasukan dan rakyat daerah ini semakin menjadi-jadi. Hampir saja pasukan Tumenggung Alap-Alap terpukul mundur. Bahkan, di beberapa tempat, sebagian pasukannya kocar-kacir dan lari tunggang-langgang.
Untunglah Tumenggung Alap-Alap cukup berpengalaman dalam peperangan. Ia segera mengambil tempat yang tinggi dan memberi semangat kepada pasukannya. Suaranya yang lantang dan berwibawa segera terdengar oleh pasukannya. Ia juga berteriak bahwa Rangga Tohjiwa telah melarikan diri. Pasukan penabuh genderang diperintahkan lebih keras lagi memberi semangat. Pasukannya yang tadinya letih, sekarang kembali bersemangat. Di pihak lain, perlawanan rakyat dan pasukan daerah itu semakin tidak terkendali sehingga akhirnya mereka terpukul mundur. Setelah melalui pertarungan sengit, akhirnya mereka menyerah.
Tumenggung Alap-alap menarik napas panjang dan dalam. Ia tampak lega.
“Sekarang sudah tidak ada lagi orang-orang yang malang (menolak dan melawan),” ujar Tumenggung Alap-Alap. Meskipun demikian, ia merasa kagum dengan semangat prajurit dan rakyat di situ.
Dengan peristiwa-peristiwa itulah, akhirnya orang-orang menamakan daerah itu Malang.
Sumber: Cerita Rakyat dari Malang

0 Response to "CERITA RAKYAT ( ASAL MUASAL NAMA MALANG )"

Posting Komentar

PUNGGAWA

FORMULIR REGRISTASI ANGGOTA SBH

FORMULIR REGISTRASI KRIDA

DIVINE MUSIK

wdcfawqafwef